Senin, 05 November 2007

MANGROVE DAN PERMASALAHANNYA
DI KOTA TARAKAN


A. Pendahuluan
Kalimantan Timur dikenal memiliki kawasan Hutan Mangrove yang cukup besar, berdasarkan data yang diperoleh dari dirjen Revegetasi dan Rehabilitasi Laut (RRL) tahun 1996 diketahui bahwa Kaltim memiliki luasan Mangrove sekitar
Kerusakan ekosistem hutan mangrove juga terjadi akibat aktivitas pertambakan dan pemukiman. Kegiatan tambang migas yang telah berlangsung sekitar 100 tahun juga menimbulkan masalah pencemaran minyak pada media air maupun tanah.
Realita yang ada bahwa di Pesisir Pantai Kota Tarakan terdapat beberapa kegiatan yang sering menimbulkan kerusakan mangrove diantaranya adalah : Pembukaan lahan untuk pertambakan, Penguasaan lahan oleh masyarakat, dan pembukaan lahan untuk kegiatan Perusahaan seperti kegiatan usaha pembekuan udang (Cold Storage), Industri Perkayuan. Kegiatan tersebut dalam perkembangannya dengan pesat mengokupasi sebagian besar pesisir Kota Tarakan dengan salinitas yang tinggi sampai ke Wilayah air tawar yang tidak layak untuk budi daya udang dan sebagaian besar berada di Tanjung Karis.
Pemerintah Kota Tarakan sangat prihatin dengan kondisi kerusakan mangrove dan sangat berkomitmen dengan pelestarian lingkungan pesisir. Beberapa Pemantauan dan observasi lapangan terdapat beberapa faktor-faktor yang mempercepat kerusakan lingkungan pesisir antara lain :
Ø Semakin kumuhnya pemukiman penduduk di wilayah pesisir sebagai akibat tekanan pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat.
Ø Mudahnya memperoleh lahan dan tersedianya penggarap dan petani petambak.
Ø Lemahnya Pengawasan dari Pemerintah dan lemahnya penegakan hukum.
Ø Belum adanya rencana detail tata ruang lingkungan pesisir.
Ø Kurangnya pemahaman tentang arti pentingnya ekosistem mangrove.
Ø Nilai jual komoditi udang yang tinggi.



Kegiatan tersebut diatas sangat mempengaruhi kelangsungan ekosistem pantai, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan-permasalahan diantaranya :
Ø Kerusakan hutan mangrove, dimana sekitar 50 % dari panjang pantai yang ada telah habis hutan mangrovenya, sementara “Green Belt” yang tersisa umumnya sudah sangat tipis (kurang dari 50 m dari pinggir pantai).
Ø Lingkungan kumuh di wilayah pesisir pantai.
Ø Pencemaran Limbah industri, baik berupa minyak maupun limbah domestik.

Untuk Kalimantan Timur luas hutan mangrove seluruhnya sekitar 775.640 Ha, yang diyakini mengalami penurunan kualitas maupun kuantitas hutan Mangrove.Penurunan luas hutan mangrove diperkirakan sebagai akibat dari interaksi 3 faktor utama, yaitu pertumbuhan penduduk, Peningkatan Produksi untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan lembaga masyarakat termasuk teknologi yang dikembangan untuk meningkatkan produksi.

Dari 3 (tiga) faktor diatas, maka menimbulkan ancaman terhadap kelestarian hutan mangrove yang diakibatkan kegiatan seperti :
Ø Kegiatan pembukaan lahan pertambakan.
Ø Perambahan, penebangan untuk kebutuhan seperti kayu bakar, bahan bangunan dll.

Di dalam upaya pelestarian lingkungan pesisir, Pemerintah Kota Tarakan telah melakukan berbagai program penanggulangan kerusakan pesisir (Mangrove) yang harus dilaksanakan secara terpadu untuk mencapai hasil pelestarian yang optimal.

B. Arah Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Kota Tarakan
Adapun arah kebijakan umum pengelolaan hutan mangrove Hidup di Kota Tarakan di wujudkan dalam 5 strategi sebagai berikut:
1. Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir diorientasikan pada pemberdayaan masyarakat / Stake holder melalui peningkatan moral dan etos kerja yang lebih berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.
2. Penanggulangan kerusakan mangrove dengan ilmu merehabilitasi ekosistem yang rusak dapat menjadikan masyarakat / Stake holder terhadap pentingnya mangrove bagi kelangsungan hidup.
3. Penataan ruang pembangunan lingkungan pesisir sesuai dengan karakteristik ekologis, ekonomi dan sosial.
4. Mengembangkan pola kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam pelaksanaan pembangunan lingkungan pesisir yang berwawasan lingkungan.
5. Mendorong dan memfasilitasi peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan SDA yang berwawasan lingkungan.

Pelaksanaan kebijakan Pemerintah daerah dalam upaya pelestarian hutan mangrove antara lain diterbitkannya beberapa Peraturan Daerah tentang hutan mangrove, yaitu :
1. Peraturan Daerah Nomor 24 Tahun 2000 tentang penetapan hutan mangrove jl. Gajah Mada / Perikanan sebagai hutan Kota.
2. Peraturan Daerah Kota Tarakan No 4 /2002 tentang Larangan dan Pengawasan Kawasan Hutan Mangrove.

C. Upaya Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Mangrove

Dalam rangka menekan tingkat kerusakan mangrove di Kota Tarakan, maka upaya-upaya program penanggulangannya antara lain :
Ø Pemasangan Baleho / Papan larang pemanfaatan hutan mangrove.
Ø Penanaman / reboisasi dan reboisasi hutan mangrove di jl. Gajah Mada.
Ø Sosialisasi pentingnya hutan mangrove bagi masyarakat pesisir dan dunia usaha.
Ø Pengentarapan sistem tambak ramah lingkungan / Silvo fishery bagi usaha pertambakan.
Ø Penataan pemanfaatan kawasan pesisir bagi masyarakat dan dunia usaha.
Ø Pemantauan dan Pengawasan kegiatan masyarakat dan dunia usaha kawasan pesisir dalam rangka mengurangi laju kerusakan mangrove.
Ø Pelaksanaan program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (MREP) bagi masyarakat kawasan Pesisir Pantai Kota Tarakan.
Ø Melakukan Perlindungan pada kawasan mangrove yang masih utuh sebagi kawasan lindung.


D. PENUTUP.

Upaya Penanggulangan kerusakan mangrove secara terpadu senantiasa terus menjadi bagian Pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dimana seiring dengan masih diliputinya kondisi krisis moneter dan otonomi daerah ini diharapkan tidak mempengaruhi kita untuk melakukan yang terbaik dalam menanggulangi kerusakan mangrove yang ada. Mudah-mudahan dalam pertemuan ini diperoleh suatu solusi dan program pelaksanaan penanggulangan kerusakan mangrove dengan melibatkan petambak guna melestarikan mangrove dengan pola tambak ramah lingkungan. Akhirnya kelanjutan dan konsistensi implementasi program pelestarian mangrove dapat berguna bagi para petambak karena kelestaria mangrove di Kota Tarakan adalah tanggungjawab kita semua. Semoga bermanfaat.












Mangrove kita

Mangrove Lestari

PENGERTIAN :
Hutan Mangrove adalah merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
KARAKTERISTIK HABITAT HUTAN MANGROVE :
- Umumnya tumbuh pada daerah interdidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir
- Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada pasang saat purnama.
- Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi Hutan Mangrove.
- Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat.
- Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
- Air bersalinitas payau (2-23 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).
STRUKTUR VEGETASI DAN DAUR HIDUP MANGROVE :
- Hutan Mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang terdiri atas 12 generate tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizopora, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus) yang termasuk kedalam delapan famili.
- Vegetasi Hutan Mangrove di Indonesia memiliki keaneka ragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit dan 1 jenis sikas. Namun hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesiifik hutan mangrove. Paling tidak didalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting / dominan yang termasuk kedalam famili : Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avcenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae.
ZONASI HUTAN MANGROVE :
- Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp.
- Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. yang kaya bahan organik.
- Lebih kearah darat, hutan mangrove umumnya didominasi Rhizopora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp dan Xylocarpus spp.
- Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
- Zona transisi antara Hutan Mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypafruticans dan beberapa spesies palem lainnya.
ADAPTASI POHON MANGROVE
Adaptasi terhadap Kadar Oksigen Rendah.
Pohon Mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas :
(1) bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora (misalnya Avicennia spp., Xylocarpus spp. dan Sonneratia spp.)
(2) bertipe penyangga / tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya Rhizopora spp).
Adaptasi terhadap kadar garam tinggi.
- Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam.
- Berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam.
- Daunnya memliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.
Adaptasi Terhadap yang kurang stabil dan adanya pasang surut.
Mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensir dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Disamping untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.
FAUNA HUTAN MANGROVE :
Komunitas hutan mangrove membentuk percampuran antara 2 (dua) kelompok.
Kelompok fauna daratan membentuk/terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas : insekta, ular, primata dan burung. Kelompok ini sifat adaptasi khusus untuk hidup didalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut pada bagian pohon yang tinggi meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
Yang hidup dikolam air, terutama berbagai jenis ikan dan udang.
Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove) maupun lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

RANTAI MAKANAN DI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE.
Tumbuhan mangrove sebagaimana tumbuhan lainnya mengkonversi cahaya matahari dan zat hara (nutrien) menjadi jaringan tumbuhan (bahan organik) melalui proses fotosintesis.
Tumbuhan menrupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk, bagi semua biota yang hidup di ekosistem hutan mangrove. Berbeda dengan ekosistem pesisir lainnya, komponen dasar dari rantai makanan di ekosistem hutan mangrove bukanlah hutan mangrove itu sendiri, tapi serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove (daun, ranting, buah, batang dsb)
Sebagian serasah mangrove didekomposisi oleh bankteri fungsi menjadi zat hara (nutrien) terlarut yang dapat dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton, algae atau tumbuhan mangrove itu sendiri dalam proses fotosintesis, sebagian lagi partikel serasah (detritus) dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai makanannya. Proses makan-memakan dalam berbagai kategori dan tingkatan biota membentuk jala makanan.
FUNGSI DAN MANFAAT HUTAN MANGROVE :
1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai pelindung abrasi, penahan dan perangkap sedimen.
2. Penghasil sejumlah besar detritus dari daun dan batang pohon mangrove.
3. Daerah Asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding grounds) dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan, udang dan biota laut lainnya.
4. Penghasil kayu untuk bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku arang dan bahan baku kertas (pulp).
5. Pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya.
6. Sebagai tempat pariwisata.